Langkat//medialensasumatera.com
10 November 2025 – Dunia konstruksi Kabupaten Langkat kembali diguncang dengan temuan mengejutkan dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Sumatera Utara. Dalam laporan hasil audit keuangan tahun anggaran 2023 dan 2024, ditemukan sedikitnya empat rekanan kontraktor yang terindikasi belum mengembalikan kelebihan pembayaran proyek, namun tetap dipercaya mengerjakan proyek baru oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kabupaten Langkat.
Menanggapi hal ini, Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (GAPENSI) Kabupaten Langkat, Ucok BL, angkat bicara tegas. Ia menilai kondisi ini bukan hanya bentuk kelalaian administrasi, tetapi sudah mengarah pada dugaan pelanggaran terhadap regulasi pengelolaan keuangan negara.
“Dalam laporan BPK, tahun 2023 CV. Wxxxx mengerjakan lima paket tender, dan hingga kini belum mengembalikan kelebihan pembayaran. Ironisnya, di tahun 2024, CV ini kembali mendapatkan enam paket tender dan satu paket non-tender, bahkan kembali ditemukan kelebihan bayar yang juga belum dikembalikan. Artinya, bagaimana mungkin Kadis PUPR Langkat masih mempercayakan pengerjaan kepada CV yang nyata masih bermasalah? Ayo kita berpikir dengan sehat,” tegas Ucok BL saat diwawancarai awak media, Minggu (10/11/2025).
Ucok BL juga menyebutkan bahwa bukan hanya CV. Wxxxx yang bermasalah. Berdasarkan laporan BPK RI, CV. AEB, CV. Oxxxx, dan CV. PJ juga turut tercatat memiliki kelebihan pembayaran yang belum dikembalikan.
“CV. AEB di tahun 2023 mendapat satu paket non-tender dan belum mengembalikan kelebihan bayar. Tapi di tahun 2024, CV ini justru kembali mendapatkan satu paket tender dan 14 paket non-tender, dan lagi-lagi ditemukan bermasalah. Begitu juga CV. Oxxxx dan CV. PJ, keduanya kembali menerima proyek walau memiliki catatan temuan dari BPK,” ungkapnya.
Ucok BL menilai bahwa hal ini sudah menyalahi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, khususnya Pasal 20 dan Pasal 21, yang mewajibkan setiap pihak yang menyebabkan kerugian negara untuk mengembalikan kerugian tersebut paling lambat 60 hari sejak diketahui. Bila tidak dikembalikan, maka Aparat Penegak Hukum (APH) wajib mengambil tindakan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2016 tentang Tata Cara Tuntutan Ganti Kerugian Negara.
“Regulasinya sangat jelas. Bila rekanan tidak mengembalikan kelebihan pembayaran yang menjadi temuan BPK, maka PPTK, PPK, bahkan Kepala Dinas bisa turut dimintai pertanggungjawaban hukum. Jika setelah teguran tidak juga dikembalikan, maka APH seperti Kejaksaan dan Kepolisian wajib turun tangan untuk menindak sesuai ketentuan pidana, termasuk potensi pelanggaran Pasal 2 dan 3 UU Tipikor,” papar Ucok BL.
Ucok BL menegaskan, sikap Dinas PUPR Langkat yang tetap memberikan proyek kepada perusahaan bermasalah patut dipertanyakan dan berpotensi melanggar prinsip good governance serta Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, yang menekankan pada aspek profesionalitas, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap hukum.
“Sedikitnya ada empat rekanan bermasalah pada proyek tahun anggaran 2023 yang menjadi temuan BPK RI Wilayah Sumut. Namun di tahun 2024, empat rekanan itu kembali mendapatkan proyek, dan saat diaudit lagi, kembali jadi temuan. Ini jelas menunjukkan ada sesuatu yang tidak sehat dalam sistem pengadaan di Dinas PUPR Langkat,” tutupnya.
Lebih lanjut, Ucok BL meminta Aparat Penegak Hukum (APH) yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Kejaksaan RI, dan Kepolisian Republik Indonesia segera turun tangan memeriksa Kepala Dinas PUPR Kabupaten Langkat beserta jajaran terkait. “Saya minta KPK, Kejaksaan, dan Polri segera Periksa Kadis PUPR Langkat. Jika terbukti ada indikasi penyimpangan atau pembiaran terhadap rekanan bermasalah yang menyebabkan kerugian negara, maka segera tetapkan dan proses sesuai hukum yang berlaku,” tegas Ucok BL menambahkan.
Ucok BL menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa seluruh pihak harus serius menjaga integritas dan kepercayaan publik dalam pelaksanaan proyek pemerintah. Menurutnya, pembangunan tidak akan pernah membawa manfaat jika dikerjakan dengan cara-cara yang merugikan keuangan negara.
Saat awak media mencoba menghubungi Kadis PUTR Langkat lewat Pesan WhatsApp ke no kontak 08126216XXXX pesan tersebut hanya centang satu atau sedang tidak aktif.
Kasus ini menjadi cermin penting bagi pemerintah daerah agar lebih transparan dalam proses pengadaan proyek infrastruktur. Temuan BPK RI tidak boleh dianggap sebagai catatan rutin, melainkan sebagai peringatan serius terhadap potensi kebocoran anggaran daerah yang sejatinya diperuntukkan bagi pembangunan masyarakat Langkat.
(Tim Redaksi)











